Selasa, 03 September 2019

Adakah Hukuman itu Membuat Siswa Menjadi Lebih Baik?

Pertanyaan ini bisa menimbulkan pro dan kontra terhadap adanya hukuman bagi siswa yang melanggar peraturan. Saya menjadi guru hampir 20 tahun. Saya termasuk salah seorang yang sangat meyakini bahwa penegakan disiplin yang ketat dan hukuman yang keras bagi pelanggar tata tertib bisa membuat pelajar menjadi lebih baik. Sepuluh tahun lebih keyakinan itu saya pelihara, sampai akhirnya saya berjumpa dengan seorang manta siswa saya yang pernah saya perlakukan dengan keras. Dia  mengingat saya sebagai seorang guru yang keras dan galak. Diingat oleh mantan murid tentu mebahagiakan bagi seorang guru. Tapi diingat sebagai seorang guru yang galak dan keras rasanya tidak enak bagi saya. Sejak saat itu saya berpikir sangat serius. Keyakinan saya selama ini salah. APa yang saya pegang teguh "keras dan tegas menjaga displin" tidak lagi membahagiakan. Kehidupan mantan murid saya ini berbeda dengan murid saya yang lain, yang tidak pernah saya kerasin. Hidupmya tampak lebih nikmat. Bincang dengan saya pun terasa lepas dan segar.

Sejak saat itu saya meyakini bahwa tata tertib tidak harus ditegakan dengan keras dan galak. Saya mulai mengalami pertobatan. Saya belajar memperlakukan para siswa saya saat ini dengan hati. Perhatian saya lebih lembut; tutur kata saya lebih enak. Sampai suatu saat ada dua orang siswa saya adu fisik. Kedua orang tua dari siswa-siswa ini saya undang ke sekolah. Pada mulanya saya berkata dengan tegas dan mantap bahwa adu fisik sangat dilarang di sekolah ini. Sanksi yang harus diterima siswa pun jelas. Skorsing!
Para orang tua ini diam. Entah apa yang mereka rasakan. Tampak dari wajahnya rasa kesal dan kecewa, marah dan bingung sambil berharap belas kasihan. Setelah beberapa saat hening saya melanjutkan perkataan. Kedua anak ini tanggung jawab saya. Saya akan terus membina mereka dengan baik. Mereka tidak saya hukum skorsing. Sebagai konsekuensi yang harus mereka terima adalah bekerja sosial (social services) yakni memberishkan lingkungan kelas dan sekolah, beberapa kali siswa ini harus mengunjungi orang sakit di rumah sakit dan ikut dalam kegiatan sosial teman temanya. Mendengar ini, para orang tua tampak berubah wajah. Bahagia dan bersykur.

Setelah menyampaikan semua ini perasaan saya lega. Saya pun mengalami kegembiraan karena orang tua juga gembira. Pada sisi lain, para siswa yang adu fisik tidak makin terluka. Adu fisik sebagai ungkaoan emosi marah dan menyakiti orang lain harus disembuhkan dengan cara banyak berbuat kasih kepada orang lain. Dengan melakukan kunjungan sosial dan membersikan lingkungan sekolah, dua siswa yang adu fisik ini telah melakukan perbuatan bajik sebagai silih (denda) atas perbuatan mereka. Dua siswa ini saat ini makin akrab karena sering melakukan tindakan bajik bersama-sama.
Dari pengalaman ini saya menjadi makin yakin bahwa kesahalan tidak harus ditimpahi hukuman yang meyakitkan. "Jera" hanyalah ada dalam kamus "gigi ganti gigi" mentalitas hukum lama. tidak mendidik dan tidak menyembuhkan. "Tidak ada anak yang bermasalah, yang ada masalah anak" kata Master Cheng Yen.

Senin, 24 Juni 2019

Cara Miliki Semangat Membara


Sesi Training Dengan Antusias

Kali ini saya akan menulis soal bagaimana mengatasi rasa malas. Tulisan ini berdasarkan pada pengalaman pribadi saya. Saya selalu berusaha menulis refleksi. Jika saya jenus menulis refleksi, saya membaca buku. Dua kegiatan ini sangat dominan dalam hidup saya. Suatu hari saya sangat jenuh baik itu membaca maupun menulis refleksi. Saya merasa capai fisik karena saya memang sedang tidak fit sudah lebih dari 1 minggu. Bahkan saya sudah pergi ke dokter dua kali karena sadar koq saya tidak bergairah beraktivitas. Saya tidak seru mengerjakan sesuatu. Setelah pergi ke dokter saya diberi obat dan saya minum. Entah karena usgesti diri atau karena memang obat itu mujarab, semangat saya mempersiapkan materi pengajaran kursus kembali pulih. Satu jam saya membuat persiapan. Saya ganti kegiatan saya dengan membaca buku. Kupilih buku yang telah lama aku punya. “Through Seasons of the Heart” karya John Powel, SJ. Buku ini beberapa kali saya baca. Saya membaca tulisan singkat soal doa pengampunan. Doa pengampunan menurut John Powel adalah doa yang paling agung. Didalam doa itu Nampak kekuatan manusia yang paling besar dan kelemahan Allah yang paling besar. Kulanjutkan lebar berikutnya. Masih tentang doa. Doa dalam keheningan membuat kita diberi kekuatan oleh Allah. Doa itu menghubungkan diri kita dengan sumber kekuatan. Masih dalam bagian itu, ia mengatakan demikian:” Saya yakin bahwa setiap karya besar dalam sejarah umat manusia selalu dimulai dengan munculnya semangat membara dalam hati seorang manusia” Kalimat ini sangat benar. Kebetulan saya baru saja membuat persiapan pengajaran kursus. Dalam materi yang saya siapkan ada tiga tokoh besar yang membuat karya besar dalam sejarah penyebaran agama Kristen. Pertama adalah Petrus. Kedua adalah Paulus. Ketiga adalah Filipus. Tiga tokoh itu memulai karyanya dengan semangat yang membara hingga merelakan mati karena penyebaran agama. Pentinganya semangat yang membara bagi kesuksesan sudah diulas oleh banyak penulis pengembangan diri. Anda tidak akan kesulitan menemukan tokoh-tokoh besar yang mengubah sejarah dunia. Mereka adalah orang-orang dengan semangat besar. Stephen R. Covey menyebut semangat yang membara itu dengan antusiasme. Dia mengatakan “Antusiasme adalah ibu dari semua usaha” Nah, dari tulisan singkat ini saya ingin mengatakan bahwa setiap orang bisa menghasilkan karya yang besar, paling tidak bagi dirinya sendiri, dengan mempunyai semangat yang membara atau antusiasme. Bagaimana agar hidup kita selalu memiliki semangat yang membara? Tiap orang akan punya jawaban masing-masing. Bagi saya semangat membara bisa saya miliki atau saya bangun melalui tiga hal: Doa, Membaca, dan Menulis Refleksi. Bagaimana dengan Anda?

Rabu, 05 Juni 2019

Anak Bingung Memilih Jurusan Kuliah, Ini yang Harus dilakukan Orangtua

Sumber gambar: emotionalflutter.com

Topik memilih jurusan kuliah untuk anak-anak SMA selalu menjadi program pokok sekolah dan orang tua. Secara rutin sekolah mengadakan pameran pendidikan bagi para siswanya. Apakah program dan kegiatan tersebut efektif membantu siswa dan orang tua menentukan pilihan jurusan kuliah? Pertanyaan ini menjadi refleksi semua pihak, baik sekolah, siswa dan orang tua.
Saya seorang pendidik, saya juga seorang ayah dari dua orang anak yang memasuki masa untuk menentukan pilihan jurusan kuliah. Ketika saya tanya anak saya “Kak, Kakak mau kuliah dimana dan jurusan apa?” dia jawab “Belum tahu”. Anak saya saat ini naik kelas 11 dari program studi IPA. Kebetulan tiga hari lalu kami mendapatkan tamu. Ia  mantan murid istri saya yang sekarang bekerja sebagai konsultan pendidikan dan bekerja sama dengan beberapa organisasi non pemerintah menangani korban konflik negara-negara berkembang. Ia lulusan UI dari fakultas psikologi. Saat ini ia mempunyai proyek edukasi anak menuju kemandirian. Proyek ini sangat menarik karena anak usia SMP dan SMA diajak backpacker ke kota besar dan luar negeri tanpa didampingi orang tua mereka. Anak-anak diajari bagiamana mengurus perjalanan, mengurus makan dan tempat tinggal. Pertanyaan mengapa memilih ini dan bukan itu menjadi dasar pola berpikir program ini. Dari obrolan kami topik  kamu akan kuliah dimana dan jurusan apa menjadi pembicaraan kami. Saya menarik dua poin penting bagi orang tua dan sekolah selain mengarahkan anak untuk bisa memilih tempat kulaih dan jurusan yang tepat. Inilah dua poin tersebut.

1)      Telusuri minat dan bakat anak sejak awal. Menelusuri minat dan bakat anak ketika dia SMA sudah terlambat. Anak SMA sudah  berada pada gerbang akan masuk kuliah dan memilih jurusan. Bagaimana cara menelusuri minat dan bakat anak, terdapat banyak lembaga yang memberi layanan. Jika orang tua tidak memiliki akses ke lembaga seperti ini orang tua bisa melakukan penelusuran ini dengan meningkatkan intensitas komunikasi dengan anak. Misalnya, anak dilibatkan secara langsung pada pekerjaan orang tua. Program live-in sebenarnya bisa digunakan sebagai media bagi sekolah untuk menelusuri minat dan bakat. (saya akan mengulas ini pada bagian lain). Saya berkunjung ke rumah teman. Ia seorang TNI. Kesehariannya selain bertugas di kodim, ia mempunyai ternak sapi. Dari ternak sapi ini ia mampu membeli beberapa petak tanah dan investasi lain. Yang menarik saya perhatikan adalah kedekatan teman saya ini dengan anak lakinya. Anak lakinya terlibat langsung dalam pemeliharaan sapi. Suatu kesempatan tanpa ada adanya teman saya cerita minat anaknya ketika nanti kuliah. Saat ini anaknya duduk di SMP

2)      Poin kedua ini sangat penting untuk sekolah dan orang tua, yaitu pengembangan katekter anak. Apa pun jurusan kuliah anak, sekalipun itu tidak sesuai dengan bakatnya, ketika anak mempunyai karakter yang baik ia akan sukses. Karakter itu antara lain, tanggung jawab, kemandirian dan integritas. Anak yang mandiri dan bertanggung jawab akan bekerja dengan kualitas terbaik. Ia akan belajar menyelesaikan kuliah dan pekerjaannya dengan sebaik mungkin. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan makin bersinar dengan integritas diri. Karena itulah pendidikan karakter tetap harus menjadi fokus dan dasar pendidikan di sekolah. Pradigma lama bahwa pendidikan karakter menjadi ranah dan tanggung jawab keluarga harus ditinggalkan. Mengapa? Karena sekolah bukan hanya lembaga transmisi budaya tetapi juga menjadi lembaga tranformasi manusia secara utuh. Didalam sekolah siswa dibentuk memiliki kecakapan dan keluwesan menyesuaikan diri dan cepat belajar dari perubahan yang ada. Di sekolah siswa dibentuk menjadi pribadi yang mandiri, bertanggung jawab, berintegritas.
Menentukan pilihan kuliah dan juruan memang sangat penting dan tidak mudah. Tapi semua itu akan menjadi lebih mudah ketika siswa/anak mempunyai karakter yang kuat dalam kemandirian, tanggung jawab dan integritas diri. Pembentukan karakter bukan melulu tanggung jawab orang tua tetapi juga dan terlebih sekolah dalam era digital ini. Bagaimana menurut Anda? Silakan memberi pendapat….

Selasa, 04 Juni 2019

Cara Membangun Mentalitas Pelajar yang Kuat


                        
Apa sih keprihatinan orang tua terhadap anak-anak zaman sekarang? Pertanyaan ini  menjadi pertanyaan pembuka pada sesi rekoleksi orang tua calon penerima komuni pertama. Kegiatan seperti ini sebenarnya mirip dengan ‘parenting’. Muncul daftar panjang keprihatinan mereka. Daftar panjang keprihatinan orang tua menjadi materi refleksi bagi saya dalam rangka menyusun materi latihan kepemimpinan para pelajar secara umum. Materi itu saya kemas dalam sebuah pelatihan dasar kepemimpinan untuk semua siswa. Kemasan pelatihan dasar kepemimpinan ini saya sebut “Basic Mentality for Student”. Pelatihan dasar ini diperuntukan bagi semua siswa bukan ditujukan hanya untuk sekelompok siswa pilihan. Mengapa? Karena pada prinsipnya semua siswa berhak memperoleh pembinaan mental dasar sebagai pribadi yang layak meraih kebahagiaan sebagai pelajar. Bahagia sebagai pelajar inilah sesungguhnya syarat memperoleh kesuksesan belajar.
Berikut ini beberapa topik topik refleksi pelatihan basic mentality untuk para siswa SMP Yuwati Bhakti Sukabumi Jawa Barat
  1. Kemampuan mengekspresikan keunikan diri
  2. Berpikir positif kepada orang lain
  3. Mampu berkomunikasi yang baik (Menjadi komunikator dan pendengar yang baik)

  1.  Percaya diri dan penghargaan diri yang baik
  2. Memiliki orientasi berkerja sama dengan orang lain
  3.  Mencintai orang lain

Enam values tersebut menjadi mentalitas dasar bagi setiap siswa. Bagaimana enam nilai tersebut direfleksikan dengan berbagai metode dalam sebuah pelatihan kepemimpinan diri? Enak nilai itu kami rancang dan kami refleksikan dengan berbagai metode dalam sebuah pelatihan selama satu hari.
Siswa SMP Yuwati Bhakti Sukabumi-membangun rasa percaya diri dan penghargaan diri

Mengapa penting kemampuan mengekspresikan keunikan diri?
Setiap pribdi itu beda alias unik. Keberbedaan alias keunikan ini harus diterima sebagai karunia, dan karena itu harus diungkapkan sebagai bentuk syukur kepada Tuhan. Kemampuan dan keberanian mengungkapkan keunikan diri merupakan karakter yang harus terus dihidupi dalam hidup bersama. Adanya konflik didalam masyarakan disebabkan pandanganyang tidak menerima keunikan alias perbedaan. Sikap ini sangat berbaha. Karena hal seperti itulah, banyak orang tidak berani mengakui dan menerima keunikan dirinya. Orang mulai mencari rasa aman dalam kebersamaan dan nyaman menjadi sama seperti orang lain. Pada pelatihan ini para siswa diajak menyadari betapa kunikan diri bukan hanya harus diterima tetapi harus diungkapkan. Pengungkapan keunikan diri adalah bagian dari rasa syukur kepada Tuhan sekaligus ungkapan kebahagiaan sebagai pribadi.
Menjadi Pendengar yang baik

 Berpikir positif kepada orang lain
Ini sebuah karakter penting. Tidak sedikit konflik baik dalam diri maupun dengan orang lain disebabkan karena seseorang memandang orang lain dan diri sendiri secara negative. Berbikir positif itu sebuah ungkapan yang indah dan mudah diungkapkan tetapi tidak mudah dilaksanakan. Berpikir positif itu meyangkut pengelolaan emosi, pengelolaan pikiran dan sebuah perubahan cara berbikir. Dalam istilah keagmaan perubahan cara berpikir ini disebut pertobatan atau metanoia. Dalam pelatihan ini para siswa diajari sekaligus memraktekan bagaiman merubah cara berpikir menjadi positif.
Berpikir positif dibangun dari dalam diri 

Mampu berkomunikasi yang baik
Sebuah kompetensi yang sangat penting pada era sekarang ini, yakni kemampuan dan keterampilan berkomunikasi yang baik. Ketrampilan komunikasi ini bukan sekadar kemapuan mengungkapkan ide dan gagasan tetapi mengungkan gagasan yang baik dengan cara yang baik. Ini sebuah ketrampilan sekaligus keutamaan. Seorang yang memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik adalah seorang yang mampu menjadi pendengar yang baik. Ia seorang listener yang baik. Pada pelatihan ini peserta belajar bagaimana ketrampilan berkomunikasi itu dibangun dan dipraktekkan.
(berlanjut pada bagian 2)

Senin, 03 Juni 2019

CARA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS HIDUP (Pengetahuan, Ketrampilan dan Sikap)

Sesi Pendidikan Perkoperasian

Berpuluh tahun menjadi guru, bertahun-tahun itu pula saya melakukan pendampingan, pelatihan, retret, rekoleksi, pengajaran baik kepada para siswa maupun kepada masyarakat dewasa. Banyak literatur dan diktat yang mengulas kondisi prasyarat bagi kesuksesan, juga kompetensi penentu kesuksesan seseorang. Dari refleksi dan aksi pemberdayaan yang saya lakukan, saya meyakini tiga pilar yang sangat menentukan bagi produktivitas seseorang. Tiga pilar itu adalah pengetahuan, ketrampuilan dan sikap. Tiga pilar ini sangat popular dengan istilah kodnitif, psikomotorik dan afektif. Tidak pilar ini menjadi kompetensi inti setiap orang yang mau mencapai produktivitas maksimal.
Berbasis pada tiga kompetensi inti ini saya merancang pelatihan, retret maupun rekoleksi. Tentu dengan penekanan yang berbeda sesuai dengan topik yang sedang didalami. Misalnya, ketika saya memberi retret kepada para siswa dari sekolah katolik, penekanan pada sikap akan lebih besar dibandingkan ketika saya memberikan pelatihan kepada para karyawan atau guru yang lebih membutuhkan peningkatkan ketrampilan. Berbeda lagi ketika saya memberikan pelatihan kepemimpinan. Pada sesi seperti ini dua kompetensi terakhir diberi porsi yang lebih besar dibangikan kompetensi pengetahuan.
Sesi Pengolahan Hati dan Rasa 
Setiap Orang Harus Produktif
Produktivitas menjadi panggilan bukan lagi sebuah keharusan untuk sebuah imbalan sebagaimana dalam dunia kerja. Produktivitas sebagai panggilan jelas disampaiakan oleh Yesus dalam sebuah perumpamaan talenta. Ada seorang kaya raya hendak pergi jauh dalam waktu yang lama. Sebelum pergi, ia memanggil tiga pegawainya. Kepada yang pertama dipercayakan lima talenta. Pegawai yang kedua diberi tiga talenta dan pegawai yang ketiga diberi satu talenta. Kepada meraka dipesankan agar talenta itu dikembangkan. Lalu tuan itu pergi. Pada saat ia kembali, ketiga pegawai itu dipanggil dan masing-masing melaporkan apa yang mereka lakukan dengan talenta yang dipercayakan itu. pegawai yang pertama dan kedua melaporkan hasil kelipatan dari talenta yang dipercayakan. Kepada kedua pegawai itu, si tuan memberi pujian dan kepercayaan yang lebih besar. Kemudian datanglah pegawai yang ketiga. Ia melaporkan bahwa talenta yang dipercayakan kepadanya masih untuh 1 talenta. Talenta itu ia simpan. Kepada pegawai ini si tuan mencela dan memberi hukuman. Terlihat sangat jelas, si tuan tidak meliaht hasil kelipatan tetapi produktivitas dari pegawainya. Pegawai yang produktif akan diberi kepercayaan lebih besar alias akan dipromosikan.
Bicara soal produktivitas, Richard Nelson Bolles pernah  mengaatakan “Perusahaan anda dapat saja memecat Anda atau memberhentikan anda tanpa peringatan atau pemberitahuan sama sekali lantas melemparkan Anda ke jalanan” Perkataan itu disampaikan Richard dengan maksud utama siapa saja yang tidak produktif bisa dipecat atau diberhentikan dari perusahaan tempat kerja Anda. Satu-satunya yang menjadi ukuran Anda dipertahankan, dan atau lebih beruntung lagi, dipromosikan adalah produktivitas anda. Seberapa besar kontribusi anda pada perusahaan, sebesar itulah Anda akan digaji.
 
Sesi Ketrampilan Mengungkapkan Rasa
Saya teringat kembali seorang tokoh menejemen mengatakan bahwa seorang karyawan digaji dari besarnya kontribusi karyawan tersebut terhahadap profit yang diperoleh perusahaan. Jika ia tidak memberi kontribusi terhadap pencapaian profit, tentu ia tidak layak digaji.
Dari pemaparan singkat itu, saya bisa tarik sebuah benang merah bahwa produktivitas itu soal kontribusi. Nah, seberapa besar kita bisa berkontribusi pada kehidupan ini, sebesar itulah kehidupan akan memberikan kontribusi kepada kita. Saya sangat meyakini, tiga pilar yang menentukan kemampuan seseorang berkontribusi pada hidup (bangsa, perusahaan, keluarga, masyarakat) yaitu pengetahuan. Ketrampilan dan sikap. Sekali lagi tiga kompetensi ini yang menjadi fokus saya ketika memberi pelatihan, rekoleksi, retret, leadership dan pengajaran. Tiga kompetensi ini pula yang saya gunakan sebagai kerangka berpikir ketika saya menulis sebuah buku.

Jumat, 31 Mei 2019

Retret Apa Sih?



Saya yakin istilah retret tidak asing bagi sebagian besar guru sekolah swasta Katolik/Kristen. Sebuah model pembinaan diri siswa yang khas pada sekolah swasta Katolik. Retret sendiri berasal dari kata “retreat” ( Inggris) yang artinya menarik diri. Menarik diri dapat diartikan secara fisik dan non fisik. Secara fisik menarik diri yaitu peserta retret dibawa ke tempat yang sunyi. Menarik diri dari keramaian dan dari kegiatan sehari-hari. Secara non fisik menarik diri berarti perserta diajak menarik pengalaman-pengalaman diri sendiri kemudian diolah dengan sudut pandang Tuhan. Karena itu retret selalu berciri rohani. Pada mulanya retret merupakan aktivitas mengelola kehidupan spiritual. Tujuan retret adalah transformasi diri. Perubahan diri menjadi lebih baik berdasarkan pengolahan pengalaman. Pengolahan pengalaman ini selalu melibatkan Tuhan. Karena itulah retret ala Katolik ditandai dengan kesunyian total (siletium magnum). Kesunyian total dalam retret berdasarkan pada sebuah keyakinan bahwa manusia mampu mendengarkan suara Tuhan dalam keheningan dan ketenangan. Dasar kitab sucinya adalah pengalaman Nabi Elia dalam 1 Raja-Raja 19:11-13 Allah bicara kepada Elia dalam angin sepoi-sepoi basa.Dalam keheningan itu, Elia mendengar suara Tuhan.
Trandisi retret menjadi kegiatan yang sangat penting dalam agama Katolik, Kristen, dan Budha. Tentu dalam bentuk yang berbeda. 



Metode Retret terus berubah
Retret sebagai warisan Gereja perdana terus menerus dihayati umat sebagai metode perubahan diri menjadi lebih baik. Metode yang digunakan para pendamping retret berbeda sesuai dengan tingkat usia peserta dan konteks latar belakang mereka. Beberapa hal berikut ini sesungguhnya tidak bisa ditiadakan dalam setiap retret kendati metode yang digunakan tidak lagi sama dengan metode yang diwariskan gereja.
1)      Kesunyian atau silentium magnum. Keheningan tidak boleh ditiadakan. Semaju apa pun era. Secanggih apa pun teknologi. Keheningan situasi yang paling ideal untuk mampu mendengarkan suara Tuhan. Dalam keheningan itu, peserta akan makin dimudahkan untuk berdialog dengan dirinya sendiri dan dengan Tuhan. Keheningan ini begitu berat dan menyiksa diri terutama untuk peserta yang biasa dalam hiurk pikuk kota besar. Karena begietu berat dan menyiksa seringkali pendamping retret mentolerasi tidak ada silentium. Jelas ini tidak tepat.
2)      Menulis. Aktivitas menulis mutlak dalam retret. Yang ditulis adalah refleksi diri. Yang ditulis pada refleksi ini bisa apa yang dirasakan, apa yang dipikirkan dan bagaimana seharusnya melakukan dan merasakan . dasarnya adalah peristiwa hidup yang telah terjadi. Manfaat menulis ini sangat besar perkembangan diri. Anda pasti ingat perkataan Plato “Hidup yang tidak direfleksikan adalah hiidup yang tidak layak dijalani”. Refleksi yang yang dilakukan secara serius akan membawa perubahan pada diri seseorang. Ia akan semakin mengetahui siapa dirinya dihadapan Tuhan; dan bagaimana seharusnya ia merasa, berpikir dan bertindak. Dengan menulis refleksi, kita akan semakin tahu apa kekurangan, kelemahan dan apa kekuatan kita. Dengan menulis refleksi ini, peribahasa “Pengalaman adalah guru yang paling baik” menjadi benar. Dan lagi dengan menulis, Anda akan semakin tahu apa yang Anda tahu. Karena itulah mengapa para siswa perlu menulis.
3)      Doa. Seuatu kesempatan saya diminta membantu teman mendapingi retret anak-anak SMA. Saya tidak merancang proses retret ini. Saya sekadar membantu mengisi sesi tertentu. Saat saya lihat seluruh jadual retret, alangkah terkejutnya saya karena tidak ada aktivitas doa. Doa itu sangat penting. Apalagi ketika kita retret. Peserta mampu menangkap kehendak Tuhan karena melalu digerakkan oleh Roh Kudus. Agar Roh Kudus berkarya, maka doa menjadi sangat penting. Doa yang dilakukan secara khusuk membuat hati kita peka terhadap bisikan Roh Kudus dan bisikan suara lain yang tidak perlu didengarkan.
4)      Sharing kelompok. Aktivitas ini sangat penting dan selalu menjadi bagian retret Katolik. Pasalnya sharing bagian dari panggilan kita sebagai uamt Allah. Sharing adalah berbagi. Berbagi pengalaman rohani akan sangat menguatkan orang lain menghadapi hidup yang tidak mudah. Sharing juga menjadi media Allah berbicara kepada kita.



Perlukah Fun Games?
Fun games tentu saja perlu tetapi tidak mutlak. Games yang dilaksanakan dalam retret yaitu permainan yang mempu mencairkan kekakuan. Permainan yang membuat peserta kembali fokus, permainan yang membuat peserta makin mudah memahami siapa dirinya dan orang lain. Permainan yang tepat dengan topik retret bisa menjadi refleksi yang efektif. Hindarkan permainan yang tidak diberi makna. Hindakan pula permainan yang tidak melibatkan perserta.
Retret Update
Empat poin di atas harus terus dipertahankan dalam setiap retret, Agar retret itu efekti tentu saja peserta harus menikmati. Karena itu metode yang dugunakan haruslah update jangan out of date. Empat unsur penting di atas bisa dilakukan dengan metode yang berbeda dan bervariasi. Misalnya, berdoa tidak harus selalu di kapel atau diruangan dengan duduk. Berdoa bisa dilakukan dengan cara pergi ke taman kemudian mencari tanaman yang kita kagumi. Dengan kekaguman terhadap tanaman itu, kita bisa bersyukur, jika Tuhan menghias tanaman itu begitu indah, betapa Tuhan tidak menghias kita dengan teramat indah?

Kamis, 30 Mei 2019

Latihan Dasar Kepemimpinan Bagi Para Pelajar. Pentingkah?




“Paling tidak kamu bisa memimpin dirimu sendiri” Nasihat itu saya dengar dari seorang ibu kepada anaknya yang akan kos untuk melanjutkan pendidikan menengah atas ke kota. “memimpin diri sendiri” merupakan ketrampilan diri sekaligus kualitas karakter. Sekolah sebagai Lembaga pengembangan diri memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan kepemimpinan (leadership) dalam diri siswa. Karena itu tidak sedikit sekolah merancang program leadersip untuk para siswa. Apakah makna kepemimpinan yang dirancang sekolah sama dengan yang dimaksudkan oleh seorang ibu yang menasihati anaknya di atas? Spontan dapat dikatakan leadership yang dirancang sekolah salah satu tujuannya agar para siswa paling tidak mempunyai ketrampilan memimpin diri sendiri.
Bagaimana merancang kegiatan pelatihan bagi para siswa?
Jawaban pertanyaan ini menjadi konten program pelatihan yang saya adakan bagi para siswa. Dalam setiap pelatihan kepemimpinan yang saya lakukan ada dua fokus pengembangan diri. Fokus pertama yaitu mengembangkan kesadaran diri sebagai pribadi yang berkualitas. Fokus kedua pada pengembangan kemampuan berelasi dengan orang lain.

 Gambar: Kerja Sama Tim

Pengembangan kemampuan dan ketrampilan yang menjadi fokus pertama dijabarkan dalam kegiatan antara lain: mengeksplorasi diri sendiri. Melalui kegiatan in dan out door peserta melakukan eksplorasi diri. Tujuannya siswa semakin menyadari bahwa ia pribadi yang sangat berharga, memiliki keunikan (kemampuan dan kekurangan). Sedangkan pengembangan kegiatan pada fokus kedua siswa diajak membangun ketrampilan berelasi dengan orang lain. Antara lain dalam hal ini adalah kerja sama dalam sebuah tim, mengkomunikasikan gagasan yang benar, pemecahan masalah, dan pemberian diri kepada orang lain. Setelah siswa memiliki kemampuan memimpin diri sendiri (fokus pertama) peserta dilatih mengembangkan kemampuan memimpin orang lain (fokus kedua). Syarat bisa memimpin orang lain dengan efektif yaitu kemampuan memimpin diri sendiri. Semua pemimpin yang sukses memimpin orang lain adalah pribadi yang sukses memimpin diri sendiri.

Adakah Hukuman itu Membuat Siswa Menjadi Lebih Baik?

Pertanyaan ini bisa menimbulkan pro dan kontra terhadap adanya hukuman bagi siswa yang melanggar peraturan. Saya menjadi guru hampir 20 tahu...