Jumat, 31 Mei 2019

Retret Apa Sih?



Saya yakin istilah retret tidak asing bagi sebagian besar guru sekolah swasta Katolik/Kristen. Sebuah model pembinaan diri siswa yang khas pada sekolah swasta Katolik. Retret sendiri berasal dari kata “retreat” ( Inggris) yang artinya menarik diri. Menarik diri dapat diartikan secara fisik dan non fisik. Secara fisik menarik diri yaitu peserta retret dibawa ke tempat yang sunyi. Menarik diri dari keramaian dan dari kegiatan sehari-hari. Secara non fisik menarik diri berarti perserta diajak menarik pengalaman-pengalaman diri sendiri kemudian diolah dengan sudut pandang Tuhan. Karena itu retret selalu berciri rohani. Pada mulanya retret merupakan aktivitas mengelola kehidupan spiritual. Tujuan retret adalah transformasi diri. Perubahan diri menjadi lebih baik berdasarkan pengolahan pengalaman. Pengolahan pengalaman ini selalu melibatkan Tuhan. Karena itulah retret ala Katolik ditandai dengan kesunyian total (siletium magnum). Kesunyian total dalam retret berdasarkan pada sebuah keyakinan bahwa manusia mampu mendengarkan suara Tuhan dalam keheningan dan ketenangan. Dasar kitab sucinya adalah pengalaman Nabi Elia dalam 1 Raja-Raja 19:11-13 Allah bicara kepada Elia dalam angin sepoi-sepoi basa.Dalam keheningan itu, Elia mendengar suara Tuhan.
Trandisi retret menjadi kegiatan yang sangat penting dalam agama Katolik, Kristen, dan Budha. Tentu dalam bentuk yang berbeda. 



Metode Retret terus berubah
Retret sebagai warisan Gereja perdana terus menerus dihayati umat sebagai metode perubahan diri menjadi lebih baik. Metode yang digunakan para pendamping retret berbeda sesuai dengan tingkat usia peserta dan konteks latar belakang mereka. Beberapa hal berikut ini sesungguhnya tidak bisa ditiadakan dalam setiap retret kendati metode yang digunakan tidak lagi sama dengan metode yang diwariskan gereja.
1)      Kesunyian atau silentium magnum. Keheningan tidak boleh ditiadakan. Semaju apa pun era. Secanggih apa pun teknologi. Keheningan situasi yang paling ideal untuk mampu mendengarkan suara Tuhan. Dalam keheningan itu, peserta akan makin dimudahkan untuk berdialog dengan dirinya sendiri dan dengan Tuhan. Keheningan ini begitu berat dan menyiksa diri terutama untuk peserta yang biasa dalam hiurk pikuk kota besar. Karena begietu berat dan menyiksa seringkali pendamping retret mentolerasi tidak ada silentium. Jelas ini tidak tepat.
2)      Menulis. Aktivitas menulis mutlak dalam retret. Yang ditulis adalah refleksi diri. Yang ditulis pada refleksi ini bisa apa yang dirasakan, apa yang dipikirkan dan bagaimana seharusnya melakukan dan merasakan . dasarnya adalah peristiwa hidup yang telah terjadi. Manfaat menulis ini sangat besar perkembangan diri. Anda pasti ingat perkataan Plato “Hidup yang tidak direfleksikan adalah hiidup yang tidak layak dijalani”. Refleksi yang yang dilakukan secara serius akan membawa perubahan pada diri seseorang. Ia akan semakin mengetahui siapa dirinya dihadapan Tuhan; dan bagaimana seharusnya ia merasa, berpikir dan bertindak. Dengan menulis refleksi, kita akan semakin tahu apa kekurangan, kelemahan dan apa kekuatan kita. Dengan menulis refleksi ini, peribahasa “Pengalaman adalah guru yang paling baik” menjadi benar. Dan lagi dengan menulis, Anda akan semakin tahu apa yang Anda tahu. Karena itulah mengapa para siswa perlu menulis.
3)      Doa. Seuatu kesempatan saya diminta membantu teman mendapingi retret anak-anak SMA. Saya tidak merancang proses retret ini. Saya sekadar membantu mengisi sesi tertentu. Saat saya lihat seluruh jadual retret, alangkah terkejutnya saya karena tidak ada aktivitas doa. Doa itu sangat penting. Apalagi ketika kita retret. Peserta mampu menangkap kehendak Tuhan karena melalu digerakkan oleh Roh Kudus. Agar Roh Kudus berkarya, maka doa menjadi sangat penting. Doa yang dilakukan secara khusuk membuat hati kita peka terhadap bisikan Roh Kudus dan bisikan suara lain yang tidak perlu didengarkan.
4)      Sharing kelompok. Aktivitas ini sangat penting dan selalu menjadi bagian retret Katolik. Pasalnya sharing bagian dari panggilan kita sebagai uamt Allah. Sharing adalah berbagi. Berbagi pengalaman rohani akan sangat menguatkan orang lain menghadapi hidup yang tidak mudah. Sharing juga menjadi media Allah berbicara kepada kita.



Perlukah Fun Games?
Fun games tentu saja perlu tetapi tidak mutlak. Games yang dilaksanakan dalam retret yaitu permainan yang mempu mencairkan kekakuan. Permainan yang membuat peserta kembali fokus, permainan yang membuat peserta makin mudah memahami siapa dirinya dan orang lain. Permainan yang tepat dengan topik retret bisa menjadi refleksi yang efektif. Hindarkan permainan yang tidak diberi makna. Hindakan pula permainan yang tidak melibatkan perserta.
Retret Update
Empat poin di atas harus terus dipertahankan dalam setiap retret, Agar retret itu efekti tentu saja peserta harus menikmati. Karena itu metode yang dugunakan haruslah update jangan out of date. Empat unsur penting di atas bisa dilakukan dengan metode yang berbeda dan bervariasi. Misalnya, berdoa tidak harus selalu di kapel atau diruangan dengan duduk. Berdoa bisa dilakukan dengan cara pergi ke taman kemudian mencari tanaman yang kita kagumi. Dengan kekaguman terhadap tanaman itu, kita bisa bersyukur, jika Tuhan menghias tanaman itu begitu indah, betapa Tuhan tidak menghias kita dengan teramat indah?

Kamis, 30 Mei 2019

Latihan Dasar Kepemimpinan Bagi Para Pelajar. Pentingkah?




“Paling tidak kamu bisa memimpin dirimu sendiri” Nasihat itu saya dengar dari seorang ibu kepada anaknya yang akan kos untuk melanjutkan pendidikan menengah atas ke kota. “memimpin diri sendiri” merupakan ketrampilan diri sekaligus kualitas karakter. Sekolah sebagai Lembaga pengembangan diri memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan kepemimpinan (leadership) dalam diri siswa. Karena itu tidak sedikit sekolah merancang program leadersip untuk para siswa. Apakah makna kepemimpinan yang dirancang sekolah sama dengan yang dimaksudkan oleh seorang ibu yang menasihati anaknya di atas? Spontan dapat dikatakan leadership yang dirancang sekolah salah satu tujuannya agar para siswa paling tidak mempunyai ketrampilan memimpin diri sendiri.
Bagaimana merancang kegiatan pelatihan bagi para siswa?
Jawaban pertanyaan ini menjadi konten program pelatihan yang saya adakan bagi para siswa. Dalam setiap pelatihan kepemimpinan yang saya lakukan ada dua fokus pengembangan diri. Fokus pertama yaitu mengembangkan kesadaran diri sebagai pribadi yang berkualitas. Fokus kedua pada pengembangan kemampuan berelasi dengan orang lain.

 Gambar: Kerja Sama Tim

Pengembangan kemampuan dan ketrampilan yang menjadi fokus pertama dijabarkan dalam kegiatan antara lain: mengeksplorasi diri sendiri. Melalui kegiatan in dan out door peserta melakukan eksplorasi diri. Tujuannya siswa semakin menyadari bahwa ia pribadi yang sangat berharga, memiliki keunikan (kemampuan dan kekurangan). Sedangkan pengembangan kegiatan pada fokus kedua siswa diajak membangun ketrampilan berelasi dengan orang lain. Antara lain dalam hal ini adalah kerja sama dalam sebuah tim, mengkomunikasikan gagasan yang benar, pemecahan masalah, dan pemberian diri kepada orang lain. Setelah siswa memiliki kemampuan memimpin diri sendiri (fokus pertama) peserta dilatih mengembangkan kemampuan memimpin orang lain (fokus kedua). Syarat bisa memimpin orang lain dengan efektif yaitu kemampuan memimpin diri sendiri. Semua pemimpin yang sukses memimpin orang lain adalah pribadi yang sukses memimpin diri sendiri.

Rabu, 29 Mei 2019

ALL ABOUT CHARACTER



Semua soal karakter. Bahkan kepemimpinan pun soal karakter. Seperti yang dikatakan Jocelyn Davis: kepemimpinan besar bukan soal berpidato yang hebat, atau merancang menggulingkan pemerintahan atau mengerahkan pasukan dalam jumlah yang besar. Tetapi soal janji-janji yang ditepati atau dilanggar, keputusan-keputusan yang dibuat dengan bijaksana atau terburu-buru, dan pendapat-pendapat yang disampaikan dengan ejekan atau senyuman. Singkatnya kepemimpinan adalah soal karakter.
Bukan hanya soal kepemimpinan, tetapi semua soal dalam kehidupan ini adalah soal karakter. Soal mendidik anak adalah soal karakter. Anda tidak akan bisa mendidik anak dengan baik, jika anda tidak mempunyai karakter yang kuat.  Apa profesi juga soal karakter. Soal bertetangga juga soal karakter; soal mengendarai kendaraan di jalan raya juga soal karakter. Setiap hal, bahkan bila itu Anda sendirian pun juga soal karakter. Misalnya Anda disebuah hutan seorang diri. Anda tersesat. Anda merasa kelaparan; anda bisa menyerah atau atau berjuang mencari jalan keluar adalah soal karakter. Contoh kedua, bila anda tidur di kamar seorang diri, Anda bisa saja langsung tidur atau anda akan berdoa terlebih dahulu itu juga soal karakter

Jika semua hal terkait dengan karakter, itu artinya karakter menjadi factor penentu kebahagiaan. (Saya lebih suka menggunakan kata kebahagiaan daripada kata sukses.) Sekolah sebagai Lembaga formal harus memandang Pendidikan karakter menjadi bagian terpenting dalam semua aktivitasnya. Termasuk proses pembelajaran di kelas, apapun pelajaran atau bidang studi yang diajarkan, pengembangan karakter harus menjadi sasaran pokok. Belajar Matetika bukan lagi soal mengajarkan penjumlahan atau rumus-rumus tetapi soal karakter, yakni bagaimana siswa secara tekun, sabar dan berpikir proseduran dalam keteraturan. Ini adalah soal karakter. Nah, apalagi pelajaran humaniora seperti kewarganegaraan, agama, budi pekerti, sejarah, music, olah raga dan lainnya.

Kelas berkaraker mensyaratkan guru yang berkarakter juga. Disini penting sekalo guru terus mengembangkan diri, membangun karakter yang kuat, seperti rendah hati, sabar dan seterusnya. Guru seperti ini menjadi guru sejati dalam sekolah. Guru minimal mempunyai mentalitas dasar yang baik ( Basic Mentality Training) Program ini sangat menarik sekaligus sangat penting bagi para guru. Agar guru sungguh menjadi pendidik dan pengajar yang digerakkan oleh hati.


Selasa, 28 Mei 2019

Para Penyuluh Agama Katolik Non PNS Mendapat Pembinaan

Empat hari yang sangat inspiratif. Para penyuluh agama Katlik Non PNS seluruh indonesia mendapatkan pembinaan dari Kasubdit Bimas Katolik Pusat. Kegiatan ini dilaksanakan di Hotel Merlyn Jakarta dari 20 - 23 Mei 2019. Menghadirkan beberapa tokoh nasional seperti Franz Magnis Suseno, Kombes Polisi Drs. Sumirat D dan tentu para petinggi Bimas Katolik Indonesia. Moment ini selain menjadi kesemptan pengembangan diri juga menjadi ajang reuni bagi para peserta. Kesegaran rohani dan nutrisi pikiran disajikan dengan sangat apik oleh para nara sumber. Hidup yang sangat bermakna dan layak disyukuri karena Tuhan melibatkan pribadi-pribadi sederhana ini dalam sebuah proyek maha besar yakni Keselamatan Umat Manusia. Lebih lanjut refleksi ini dapat juga disimak pada artikel yang telah diposting di kompasiana https://www.kompasiana.com/bimabela.com/5ce928423ba7f728af6917f2/pembinaan-penyuluh-agama-katolik-non-pns-tingkat-nasional-ngeri-ngero-penyuluh-sebagai-panggilan-meng-gereja-dan-ber-negara

Kemauan ayng tinggi untuk melayani harus terus menerus disertai pengembangan kompetensi agar penyuluhan terlaksana secara efektif. inilah mengapa pelatihan dan pembinaan bagi para penyuluh sangat penting dijalankan. (admin)

Adakah Hukuman itu Membuat Siswa Menjadi Lebih Baik?

Pertanyaan ini bisa menimbulkan pro dan kontra terhadap adanya hukuman bagi siswa yang melanggar peraturan. Saya menjadi guru hampir 20 tahu...