Pertanyaan ini bisa menimbulkan pro dan kontra terhadap adanya hukuman bagi siswa yang melanggar peraturan. Saya menjadi guru hampir 20 tahun. Saya termasuk salah seorang yang sangat meyakini bahwa penegakan disiplin yang ketat dan hukuman yang keras bagi pelanggar tata tertib bisa membuat pelajar menjadi lebih baik. Sepuluh tahun lebih keyakinan itu saya pelihara, sampai akhirnya saya berjumpa dengan seorang manta siswa saya yang pernah saya perlakukan dengan keras. Dia mengingat saya sebagai seorang guru yang keras dan galak. Diingat oleh mantan murid tentu mebahagiakan bagi seorang guru. Tapi diingat sebagai seorang guru yang galak dan keras rasanya tidak enak bagi saya. Sejak saat itu saya berpikir sangat serius. Keyakinan saya selama ini salah. APa yang saya pegang teguh "keras dan tegas menjaga displin" tidak lagi membahagiakan. Kehidupan mantan murid saya ini berbeda dengan murid saya yang lain, yang tidak pernah saya kerasin. Hidupmya tampak lebih nikmat. Bincang dengan saya pun terasa lepas dan segar.
Sejak saat itu saya meyakini bahwa tata tertib tidak harus ditegakan dengan keras dan galak. Saya mulai mengalami pertobatan. Saya belajar memperlakukan para siswa saya saat ini dengan hati. Perhatian saya lebih lembut; tutur kata saya lebih enak. Sampai suatu saat ada dua orang siswa saya adu fisik. Kedua orang tua dari siswa-siswa ini saya undang ke sekolah. Pada mulanya saya berkata dengan tegas dan mantap bahwa adu fisik sangat dilarang di sekolah ini. Sanksi yang harus diterima siswa pun jelas. Skorsing!
Para orang tua ini diam. Entah apa yang mereka rasakan. Tampak dari wajahnya rasa kesal dan kecewa, marah dan bingung sambil berharap belas kasihan. Setelah beberapa saat hening saya melanjutkan perkataan. Kedua anak ini tanggung jawab saya. Saya akan terus membina mereka dengan baik. Mereka tidak saya hukum skorsing. Sebagai konsekuensi yang harus mereka terima adalah bekerja sosial (social services) yakni memberishkan lingkungan kelas dan sekolah, beberapa kali siswa ini harus mengunjungi orang sakit di rumah sakit dan ikut dalam kegiatan sosial teman temanya. Mendengar ini, para orang tua tampak berubah wajah. Bahagia dan bersykur.
Setelah menyampaikan semua ini perasaan saya lega. Saya pun mengalami kegembiraan karena orang tua juga gembira. Pada sisi lain, para siswa yang adu fisik tidak makin terluka. Adu fisik sebagai ungkaoan emosi marah dan menyakiti orang lain harus disembuhkan dengan cara banyak berbuat kasih kepada orang lain. Dengan melakukan kunjungan sosial dan membersikan lingkungan sekolah, dua siswa yang adu fisik ini telah melakukan perbuatan bajik sebagai silih (denda) atas perbuatan mereka. Dua siswa ini saat ini makin akrab karena sering melakukan tindakan bajik bersama-sama.
Dari pengalaman ini saya menjadi makin yakin bahwa kesahalan tidak harus ditimpahi hukuman yang meyakitkan. "Jera" hanyalah ada dalam kamus "gigi ganti gigi" mentalitas hukum lama. tidak mendidik dan tidak menyembuhkan. "Tidak ada anak yang bermasalah, yang ada masalah anak" kata Master Cheng Yen.
SULUH KARAKTER
Blog ini media ekspresi kegiatan pengembangan diri. Sharing, Pembinaan dan Penyuluhan bagi generasi bangsa.
Selasa, 03 September 2019
Senin, 24 Juni 2019
Cara Miliki Semangat Membara
Sesi Training Dengan Antusias |
Kali
ini saya akan menulis soal bagaimana mengatasi rasa malas. Tulisan ini
berdasarkan pada pengalaman pribadi saya. Saya selalu berusaha menulis
refleksi. Jika saya jenus menulis refleksi, saya membaca buku. Dua kegiatan ini
sangat dominan dalam hidup saya. Suatu hari saya sangat jenuh baik itu membaca
maupun menulis refleksi. Saya merasa capai fisik karena saya memang sedang
tidak fit sudah lebih dari 1 minggu. Bahkan saya sudah pergi ke dokter dua kali
karena sadar koq saya tidak bergairah beraktivitas. Saya tidak seru mengerjakan
sesuatu. Setelah pergi ke dokter saya diberi obat dan saya minum. Entah karena
usgesti diri atau karena memang obat itu mujarab, semangat saya mempersiapkan
materi pengajaran kursus kembali pulih. Satu jam saya membuat persiapan. Saya
ganti kegiatan saya dengan membaca buku. Kupilih buku yang telah lama aku
punya. “Through Seasons of the Heart” karya John Powel, SJ. Buku ini beberapa
kali saya baca. Saya membaca tulisan singkat soal doa pengampunan. Doa
pengampunan menurut John Powel adalah doa yang paling agung. Didalam doa itu
Nampak kekuatan manusia yang paling besar dan kelemahan Allah yang paling
besar. Kulanjutkan lebar berikutnya. Masih tentang doa. Doa dalam keheningan
membuat kita diberi kekuatan oleh Allah. Doa itu menghubungkan diri kita dengan
sumber kekuatan. Masih dalam bagian itu, ia mengatakan demikian:” Saya yakin
bahwa setiap karya besar dalam sejarah umat manusia selalu dimulai dengan
munculnya semangat membara dalam hati seorang manusia” Kalimat ini sangat benar.
Kebetulan saya baru saja membuat persiapan pengajaran kursus. Dalam materi yang
saya siapkan ada tiga tokoh besar yang membuat karya besar dalam sejarah
penyebaran agama Kristen. Pertama adalah Petrus. Kedua adalah Paulus. Ketiga
adalah Filipus. Tiga tokoh itu memulai karyanya dengan semangat yang membara
hingga merelakan mati karena penyebaran agama. Pentinganya semangat yang
membara bagi kesuksesan sudah diulas oleh banyak penulis pengembangan diri.
Anda tidak akan kesulitan menemukan tokoh-tokoh besar yang mengubah sejarah
dunia. Mereka adalah orang-orang dengan semangat besar. Stephen R. Covey
menyebut semangat yang membara itu dengan antusiasme. Dia mengatakan
“Antusiasme adalah ibu dari semua usaha” Nah, dari tulisan singkat ini saya
ingin mengatakan bahwa setiap orang bisa menghasilkan karya yang besar, paling
tidak bagi dirinya sendiri, dengan mempunyai semangat yang membara atau
antusiasme. Bagaimana agar hidup kita selalu memiliki semangat yang membara?
Tiap orang akan punya jawaban masing-masing. Bagi saya semangat membara bisa
saya miliki atau saya bangun melalui tiga hal: Doa, Membaca, dan Menulis Refleksi.
Bagaimana dengan Anda?
Rabu, 05 Juni 2019
Anak Bingung Memilih Jurusan Kuliah, Ini yang Harus dilakukan Orangtua
Sumber gambar: emotionalflutter.com |
Topik memilih
jurusan kuliah untuk anak-anak SMA selalu menjadi program pokok sekolah dan
orang tua. Secara rutin sekolah mengadakan pameran pendidikan bagi para
siswanya. Apakah program dan kegiatan tersebut efektif membantu siswa dan orang
tua menentukan pilihan jurusan kuliah? Pertanyaan ini menjadi refleksi semua
pihak, baik sekolah, siswa dan orang tua.
Saya seorang
pendidik, saya juga seorang ayah dari dua orang anak yang memasuki masa untuk
menentukan pilihan jurusan kuliah. Ketika saya tanya anak saya “Kak, Kakak mau kuliah
dimana dan jurusan apa?” dia jawab “Belum tahu”. Anak saya saat ini naik kelas
11 dari program studi IPA. Kebetulan tiga hari lalu kami mendapatkan tamu. Ia mantan murid istri saya yang sekarang bekerja
sebagai konsultan pendidikan dan bekerja sama dengan beberapa organisasi non
pemerintah menangani korban konflik negara-negara berkembang. Ia lulusan UI
dari fakultas psikologi. Saat ini ia mempunyai proyek edukasi anak menuju
kemandirian. Proyek ini sangat menarik karena anak usia SMP dan SMA diajak
backpacker ke kota besar dan luar negeri tanpa didampingi orang tua mereka. Anak-anak
diajari bagiamana mengurus perjalanan, mengurus makan dan tempat tinggal. Pertanyaan
mengapa memilih ini dan bukan itu menjadi dasar pola berpikir program ini. Dari
obrolan kami topik kamu akan kuliah
dimana dan jurusan apa menjadi pembicaraan kami. Saya menarik dua poin penting
bagi orang tua dan sekolah selain mengarahkan anak untuk bisa memilih tempat
kulaih dan jurusan yang tepat. Inilah dua poin tersebut.
1)
Telusuri
minat dan bakat anak sejak awal. Menelusuri minat dan bakat anak ketika dia SMA
sudah terlambat. Anak SMA sudah berada
pada gerbang akan masuk kuliah dan memilih jurusan. Bagaimana cara menelusuri
minat dan bakat anak, terdapat banyak lembaga yang memberi layanan. Jika orang
tua tidak memiliki akses ke lembaga seperti ini orang tua bisa melakukan
penelusuran ini dengan meningkatkan intensitas komunikasi dengan anak. Misalnya,
anak dilibatkan secara langsung pada pekerjaan orang tua. Program live-in sebenarnya
bisa digunakan sebagai media bagi sekolah untuk menelusuri minat dan bakat.
(saya akan mengulas ini pada bagian lain). Saya berkunjung ke rumah teman. Ia seorang
TNI. Kesehariannya selain bertugas di kodim, ia mempunyai ternak sapi. Dari ternak
sapi ini ia mampu membeli beberapa petak tanah dan investasi lain. Yang menarik
saya perhatikan adalah kedekatan teman saya ini dengan anak lakinya. Anak lakinya
terlibat langsung dalam pemeliharaan sapi. Suatu kesempatan tanpa ada adanya
teman saya cerita minat anaknya ketika nanti kuliah. Saat ini anaknya duduk di
SMP
2)
Poin
kedua ini sangat penting untuk sekolah dan orang tua, yaitu pengembangan katekter
anak. Apa pun jurusan kuliah anak, sekalipun itu tidak sesuai dengan bakatnya,
ketika anak mempunyai karakter yang baik ia akan sukses. Karakter itu antara
lain, tanggung jawab, kemandirian dan integritas. Anak yang mandiri dan
bertanggung jawab akan bekerja dengan kualitas terbaik. Ia akan belajar menyelesaikan
kuliah dan pekerjaannya dengan sebaik mungkin. Kemandirian dan tanggung jawab
ini akan makin bersinar dengan integritas diri. Karena itulah pendidikan
karakter tetap harus menjadi fokus dan dasar pendidikan di sekolah. Pradigma lama
bahwa pendidikan karakter menjadi ranah dan tanggung jawab keluarga harus ditinggalkan.
Mengapa? Karena sekolah bukan hanya lembaga transmisi budaya tetapi juga
menjadi lembaga tranformasi manusia secara utuh. Didalam sekolah siswa dibentuk
memiliki kecakapan dan keluwesan menyesuaikan diri dan cepat belajar dari
perubahan yang ada. Di sekolah siswa dibentuk menjadi pribadi yang mandiri,
bertanggung jawab, berintegritas.
Menentukan pilihan kuliah dan juruan
memang sangat penting dan tidak mudah. Tapi semua itu akan menjadi lebih mudah ketika
siswa/anak mempunyai karakter yang kuat dalam kemandirian, tanggung jawab dan
integritas diri. Pembentukan karakter bukan melulu tanggung jawab orang tua
tetapi juga dan terlebih sekolah dalam era digital ini. Bagaimana menurut Anda?
Silakan memberi pendapat….
Selasa, 04 Juni 2019
Cara Membangun Mentalitas Pelajar yang Kuat
Apa sih
keprihatinan orang tua terhadap anak-anak zaman sekarang? Pertanyaan ini menjadi pertanyaan pembuka pada sesi rekoleksi
orang tua calon penerima komuni pertama. Kegiatan seperti ini sebenarnya mirip
dengan ‘parenting’. Muncul daftar panjang keprihatinan mereka. Daftar panjang keprihatinan
orang tua menjadi materi refleksi bagi saya dalam rangka menyusun materi
latihan kepemimpinan para pelajar secara umum. Materi itu saya kemas dalam
sebuah pelatihan dasar kepemimpinan untuk semua siswa. Kemasan pelatihan dasar
kepemimpinan ini saya sebut “Basic Mentality for Student”. Pelatihan dasar ini
diperuntukan bagi semua siswa bukan ditujukan hanya untuk sekelompok siswa
pilihan. Mengapa? Karena pada prinsipnya semua siswa berhak memperoleh
pembinaan mental dasar sebagai pribadi yang layak meraih kebahagiaan sebagai
pelajar. Bahagia sebagai pelajar inilah sesungguhnya syarat memperoleh
kesuksesan belajar.
Berikut ini beberapa topik topik
refleksi pelatihan basic mentality untuk para siswa SMP Yuwati Bhakti Sukabumi Jawa Barat
- Kemampuan
mengekspresikan keunikan diri
- Berpikir positif kepada orang lain
- Mampu berkomunikasi yang baik (Menjadi komunikator dan pendengar yang baik)
- Percaya
diri dan penghargaan diri yang baik
- Memiliki
orientasi berkerja sama dengan orang lain
- Mencintai
orang lain
Enam values
tersebut menjadi mentalitas dasar bagi setiap siswa. Bagaimana enam nilai
tersebut direfleksikan dengan berbagai metode dalam sebuah pelatihan
kepemimpinan diri? Enak nilai itu kami rancang dan kami refleksikan dengan berbagai
metode dalam sebuah pelatihan selama satu hari.
Siswa SMP Yuwati Bhakti Sukabumi-membangun rasa percaya diri dan penghargaan diri |
Mengapa
penting kemampuan mengekspresikan keunikan diri?
Setiap pribdi
itu beda alias unik. Keberbedaan alias keunikan ini harus diterima sebagai
karunia, dan karena itu harus diungkapkan sebagai bentuk syukur kepada Tuhan. Kemampuan
dan keberanian mengungkapkan keunikan diri merupakan karakter yang harus terus
dihidupi dalam hidup bersama. Adanya konflik didalam masyarakan disebabkan pandanganyang
tidak menerima keunikan alias perbedaan. Sikap ini sangat berbaha. Karena hal
seperti itulah, banyak orang tidak berani mengakui dan menerima keunikan
dirinya. Orang mulai mencari rasa aman dalam kebersamaan dan nyaman menjadi
sama seperti orang lain. Pada pelatihan ini para siswa diajak menyadari betapa
kunikan diri bukan hanya harus diterima tetapi harus diungkapkan. Pengungkapan keunikan
diri adalah bagian dari rasa syukur kepada Tuhan sekaligus ungkapan kebahagiaan
sebagai pribadi.
Menjadi Pendengar yang baik |
Berpikir positif kepada orang lain
Ini sebuah
karakter penting. Tidak sedikit konflik baik dalam diri maupun dengan orang lain
disebabkan karena seseorang memandang orang lain dan diri sendiri secara negative.
Berbikir positif itu sebuah ungkapan yang indah dan mudah diungkapkan tetapi tidak
mudah dilaksanakan. Berpikir positif itu meyangkut pengelolaan emosi, pengelolaan
pikiran dan sebuah perubahan cara berbikir. Dalam istilah keagmaan perubahan
cara berpikir ini disebut pertobatan atau metanoia. Dalam pelatihan ini para
siswa diajari sekaligus memraktekan bagaiman merubah cara berpikir menjadi
positif.
Berpikir positif dibangun dari dalam diri |
Mampu
berkomunikasi yang baik
Sebuah kompetensi
yang sangat penting pada era sekarang ini, yakni kemampuan dan keterampilan
berkomunikasi yang baik. Ketrampilan komunikasi ini bukan sekadar kemapuan
mengungkapkan ide dan gagasan tetapi mengungkan gagasan yang baik dengan cara
yang baik. Ini sebuah ketrampilan sekaligus keutamaan. Seorang yang memiliki
kemampuan berkomunikasi yang baik adalah seorang yang mampu menjadi pendengar
yang baik. Ia seorang listener yang baik. Pada pelatihan ini peserta belajar
bagaimana ketrampilan berkomunikasi itu dibangun dan dipraktekkan.
(berlanjut
pada bagian 2)
Senin, 03 Juni 2019
CARA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS HIDUP (Pengetahuan, Ketrampilan dan Sikap)
Sesi Pendidikan Perkoperasian |
Berpuluh tahun menjadi
guru, bertahun-tahun itu pula saya melakukan pendampingan, pelatihan, retret,
rekoleksi, pengajaran baik kepada para siswa maupun kepada masyarakat dewasa. Banyak
literatur dan diktat yang mengulas kondisi prasyarat bagi kesuksesan, juga
kompetensi penentu kesuksesan seseorang. Dari refleksi dan aksi pemberdayaan
yang saya lakukan, saya meyakini tiga pilar yang sangat menentukan bagi produktivitas
seseorang. Tiga pilar itu adalah pengetahuan, ketrampuilan dan sikap. Tiga pilar
ini sangat popular dengan istilah kodnitif, psikomotorik dan afektif. Tidak pilar
ini menjadi kompetensi inti setiap orang yang mau mencapai produktivitas
maksimal.
Berbasis pada tiga
kompetensi inti ini saya merancang pelatihan, retret maupun rekoleksi. Tentu dengan
penekanan yang berbeda sesuai dengan topik yang sedang didalami. Misalnya,
ketika saya memberi retret kepada para siswa dari sekolah katolik, penekanan
pada sikap akan lebih besar dibandingkan ketika saya memberikan pelatihan
kepada para karyawan atau guru yang lebih membutuhkan peningkatkan ketrampilan.
Berbeda lagi ketika saya memberikan pelatihan kepemimpinan. Pada sesi seperti
ini dua kompetensi terakhir diberi porsi yang lebih besar dibangikan kompetensi
pengetahuan.
Sesi Pengolahan Hati dan Rasa |
Setiap
Orang Harus Produktif
Produktivitas menjadi
panggilan bukan lagi sebuah keharusan untuk sebuah imbalan sebagaimana dalam
dunia kerja. Produktivitas sebagai panggilan jelas disampaiakan oleh Yesus
dalam sebuah perumpamaan talenta. Ada seorang kaya raya hendak pergi jauh dalam
waktu yang lama. Sebelum pergi, ia memanggil tiga pegawainya. Kepada yang
pertama dipercayakan lima talenta. Pegawai yang kedua diberi tiga talenta dan
pegawai yang ketiga diberi satu talenta. Kepada meraka dipesankan agar talenta
itu dikembangkan. Lalu tuan itu pergi. Pada saat ia kembali, ketiga pegawai itu
dipanggil dan masing-masing melaporkan apa yang mereka lakukan dengan talenta
yang dipercayakan itu. pegawai yang pertama dan kedua melaporkan hasil
kelipatan dari talenta yang dipercayakan. Kepada kedua pegawai itu, si tuan
memberi pujian dan kepercayaan yang lebih besar. Kemudian datanglah pegawai
yang ketiga. Ia melaporkan bahwa talenta yang dipercayakan kepadanya masih
untuh 1 talenta. Talenta itu ia simpan. Kepada pegawai ini si tuan mencela dan
memberi hukuman. Terlihat sangat jelas, si tuan tidak meliaht hasil kelipatan
tetapi produktivitas dari pegawainya. Pegawai yang produktif akan diberi
kepercayaan lebih besar alias akan dipromosikan.
Bicara
soal produktivitas, Richard Nelson Bolles pernah mengaatakan “Perusahaan anda dapat saja
memecat Anda atau memberhentikan anda tanpa peringatan atau pemberitahuan sama
sekali lantas melemparkan Anda ke jalanan” Perkataan itu disampaikan Richard
dengan maksud utama siapa saja yang tidak produktif bisa dipecat atau
diberhentikan dari perusahaan tempat kerja Anda. Satu-satunya yang menjadi
ukuran Anda dipertahankan, dan atau lebih beruntung lagi, dipromosikan adalah
produktivitas anda. Seberapa besar kontribusi anda pada perusahaan, sebesar
itulah Anda akan digaji.
Saya teringat kembali
seorang tokoh menejemen mengatakan bahwa seorang karyawan digaji dari besarnya
kontribusi karyawan tersebut terhahadap profit yang diperoleh perusahaan. Jika
ia tidak memberi kontribusi terhadap pencapaian profit, tentu ia tidak layak
digaji.
Dari
pemaparan singkat itu, saya bisa tarik sebuah benang merah bahwa produktivitas
itu soal kontribusi. Nah, seberapa besar kita bisa berkontribusi pada kehidupan
ini, sebesar itulah kehidupan akan memberikan kontribusi kepada kita. Saya
sangat meyakini, tiga pilar yang menentukan kemampuan seseorang berkontribusi pada
hidup (bangsa, perusahaan, keluarga, masyarakat) yaitu pengetahuan. Ketrampilan
dan sikap. Sekali lagi tiga kompetensi ini yang menjadi fokus saya ketika memberi
pelatihan, rekoleksi, retret, leadership dan pengajaran. Tiga kompetensi ini
pula yang saya gunakan sebagai kerangka berpikir ketika saya menulis sebuah
buku.
Jumat, 31 Mei 2019
Retret Apa Sih?
Saya yakin istilah retret tidak asing bagi sebagian besar
guru sekolah swasta Katolik/Kristen. Sebuah model pembinaan diri siswa yang
khas pada sekolah swasta Katolik. Retret sendiri berasal dari kata “retreat” (
Inggris) yang artinya menarik diri. Menarik diri dapat diartikan secara fisik
dan non fisik. Secara fisik menarik diri yaitu peserta retret dibawa ke tempat
yang sunyi. Menarik diri dari keramaian dan dari kegiatan sehari-hari. Secara non
fisik menarik diri berarti perserta diajak menarik pengalaman-pengalaman diri
sendiri kemudian diolah dengan sudut pandang Tuhan. Karena itu retret selalu
berciri rohani. Pada mulanya retret merupakan aktivitas mengelola kehidupan
spiritual. Tujuan retret adalah transformasi diri. Perubahan diri menjadi lebih
baik berdasarkan pengolahan pengalaman. Pengolahan pengalaman ini selalu
melibatkan Tuhan. Karena itulah retret ala Katolik ditandai dengan kesunyian total
(siletium magnum). Kesunyian total
dalam retret berdasarkan pada sebuah keyakinan bahwa manusia mampu mendengarkan
suara Tuhan dalam keheningan dan ketenangan. Dasar kitab sucinya adalah
pengalaman Nabi Elia dalam 1 Raja-Raja 19:11-13 Allah bicara kepada Elia dalam
angin sepoi-sepoi basa.Dalam keheningan itu, Elia mendengar suara Tuhan.
Trandisi retret menjadi kegiatan yang sangat penting dalam
agama Katolik, Kristen, dan Budha. Tentu dalam bentuk yang berbeda.
Metode Retret terus berubah
Retret sebagai warisan Gereja perdana terus menerus dihayati umat
sebagai metode perubahan diri menjadi lebih baik. Metode yang digunakan para pendamping
retret berbeda sesuai dengan tingkat usia peserta dan konteks latar belakang
mereka. Beberapa hal berikut ini sesungguhnya tidak bisa ditiadakan dalam
setiap retret kendati metode yang digunakan tidak lagi sama dengan metode yang
diwariskan gereja.
1)
Kesunyian atau silentium magnum. Keheningan tidak
boleh ditiadakan. Semaju apa pun era. Secanggih apa pun teknologi. Keheningan situasi
yang paling ideal untuk mampu mendengarkan suara Tuhan. Dalam keheningan itu, peserta
akan makin dimudahkan untuk berdialog dengan dirinya sendiri dan dengan Tuhan. Keheningan
ini begitu berat dan menyiksa diri terutama untuk peserta yang biasa dalam
hiurk pikuk kota besar. Karena begietu berat dan menyiksa seringkali pendamping
retret mentolerasi tidak ada silentium. Jelas ini tidak tepat.
2)
Menulis. Aktivitas menulis mutlak dalam retret. Yang ditulis
adalah refleksi diri. Yang ditulis pada refleksi ini bisa apa yang dirasakan,
apa yang dipikirkan dan bagaimana seharusnya melakukan dan merasakan . dasarnya
adalah peristiwa hidup yang telah terjadi. Manfaat menulis ini sangat besar perkembangan
diri. Anda pasti ingat perkataan Plato “Hidup yang tidak direfleksikan adalah
hiidup yang tidak layak dijalani”. Refleksi yang yang dilakukan secara serius
akan membawa perubahan pada diri seseorang. Ia akan semakin mengetahui siapa
dirinya dihadapan Tuhan; dan bagaimana seharusnya ia merasa, berpikir dan bertindak.
Dengan menulis refleksi, kita akan semakin tahu apa kekurangan, kelemahan dan
apa kekuatan kita. Dengan menulis refleksi ini, peribahasa “Pengalaman adalah
guru yang paling baik” menjadi benar. Dan lagi dengan menulis, Anda akan
semakin tahu apa yang Anda tahu. Karena itulah mengapa para siswa perlu menulis.
3)
Doa. Seuatu kesempatan saya diminta membantu teman
mendapingi retret anak-anak SMA. Saya tidak merancang proses retret ini. Saya sekadar
membantu mengisi sesi tertentu. Saat saya lihat seluruh jadual retret, alangkah
terkejutnya saya karena tidak ada aktivitas doa. Doa itu sangat penting. Apalagi
ketika kita retret. Peserta mampu menangkap kehendak Tuhan karena melalu
digerakkan oleh Roh Kudus. Agar Roh Kudus berkarya, maka doa menjadi sangat penting.
Doa yang dilakukan secara khusuk membuat hati kita peka terhadap bisikan Roh
Kudus dan bisikan suara lain yang tidak perlu didengarkan.
4)
Sharing kelompok. Aktivitas ini sangat penting dan
selalu menjadi bagian retret Katolik. Pasalnya sharing bagian dari panggilan
kita sebagai uamt Allah. Sharing adalah berbagi. Berbagi pengalaman rohani akan
sangat menguatkan orang lain menghadapi hidup yang tidak mudah. Sharing juga
menjadi media Allah berbicara kepada kita.
Fun games tentu saja perlu tetapi
tidak mutlak. Games yang dilaksanakan dalam retret yaitu permainan yang mempu
mencairkan kekakuan. Permainan yang membuat peserta kembali fokus, permainan
yang membuat peserta makin mudah memahami siapa dirinya dan orang lain. Permainan
yang tepat dengan topik retret bisa menjadi refleksi yang efektif. Hindarkan permainan
yang tidak diberi makna. Hindakan pula permainan yang tidak melibatkan perserta.
Retret Update
Empat poin di atas harus terus dipertahankan
dalam setiap retret, Agar retret itu efekti tentu saja peserta harus menikmati.
Karena itu metode yang dugunakan haruslah update jangan out of date. Empat unsur
penting di atas bisa dilakukan dengan metode yang berbeda dan bervariasi.
Misalnya, berdoa tidak harus selalu di kapel atau diruangan dengan duduk. Berdoa
bisa dilakukan dengan cara pergi ke taman kemudian mencari tanaman yang kita kagumi.
Dengan kekaguman terhadap tanaman itu, kita bisa bersyukur, jika Tuhan menghias
tanaman itu begitu indah, betapa Tuhan tidak menghias kita dengan teramat
indah?
Kamis, 30 Mei 2019
Latihan Dasar Kepemimpinan Bagi Para Pelajar. Pentingkah?
“Paling
tidak kamu bisa memimpin dirimu sendiri” Nasihat itu saya dengar dari seorang
ibu kepada anaknya yang akan kos untuk melanjutkan pendidikan menengah atas ke
kota. “memimpin diri sendiri” merupakan ketrampilan diri sekaligus kualitas karakter.
Sekolah sebagai Lembaga pengembangan diri memiliki tanggung jawab dalam
mengembangkan kepemimpinan (leadership) dalam diri siswa. Karena itu tidak
sedikit sekolah merancang program leadersip untuk para siswa. Apakah makna
kepemimpinan yang dirancang sekolah sama dengan yang dimaksudkan oleh seorang
ibu yang menasihati anaknya di atas? Spontan dapat dikatakan leadership yang
dirancang sekolah salah satu tujuannya agar para siswa paling tidak mempunyai
ketrampilan memimpin diri sendiri.
Bagaimana
merancang kegiatan pelatihan bagi para siswa?
Jawaban pertanyaan
ini menjadi konten program pelatihan yang saya adakan bagi para siswa. Dalam setiap
pelatihan kepemimpinan yang saya lakukan ada dua fokus pengembangan diri. Fokus
pertama yaitu mengembangkan kesadaran diri sebagai pribadi yang berkualitas. Fokus
kedua pada pengembangan kemampuan berelasi dengan orang lain.
Gambar: Kerja Sama Tim
Pengembangan
kemampuan dan ketrampilan yang menjadi fokus pertama dijabarkan dalam kegiatan
antara lain: mengeksplorasi diri sendiri. Melalui kegiatan in dan out door
peserta melakukan eksplorasi diri. Tujuannya siswa semakin menyadari bahwa ia
pribadi yang sangat berharga, memiliki keunikan (kemampuan dan kekurangan).
Sedangkan pengembangan kegiatan pada fokus kedua siswa diajak membangun
ketrampilan berelasi dengan orang lain. Antara lain dalam hal ini adalah kerja
sama dalam sebuah tim, mengkomunikasikan gagasan yang benar, pemecahan masalah,
dan pemberian diri kepada orang lain. Setelah siswa memiliki kemampuan memimpin
diri sendiri (fokus pertama) peserta dilatih mengembangkan kemampuan memimpin
orang lain (fokus kedua). Syarat bisa memimpin orang lain dengan efektif yaitu
kemampuan memimpin diri sendiri. Semua pemimpin yang sukses memimpin orang lain
adalah pribadi yang sukses memimpin diri sendiri.
Langganan:
Postingan (Atom)
Adakah Hukuman itu Membuat Siswa Menjadi Lebih Baik?
Pertanyaan ini bisa menimbulkan pro dan kontra terhadap adanya hukuman bagi siswa yang melanggar peraturan. Saya menjadi guru hampir 20 tahu...
-
Empat hari yang sangat inspiratif. Para penyuluh agama Katlik Non PNS seluruh indonesia mendapatkan pembinaan dari Kasubdit Bimas Katolik Pu...
-
Semua soal karakter. Bahkan kepemimpinan pun soal karakter. Seperti yang dikatakan Jocelyn Davis : kepemimpinan besar bukan soal berpida...
-
Pertanyaan ini bisa menimbulkan pro dan kontra terhadap adanya hukuman bagi siswa yang melanggar peraturan. Saya menjadi guru hampir 20 tahu...